Silek (Silat Minangkabau dalam bahasa Indonesia) adalah salah satu seni bela diri tradisional khas etnis Minangkabau yang berasal-usul dari wilayah Sumatra Barat di Indonesia. Secara asasnya, silek pada mulanya berfungsi sebagai antisipasi pertahanan diri masyarakat Minangkabau untuk menjaga nagari bangso Minangkabau (tanah Sumatra Barat) dari ancaman musuh yang bisa datang sewaktu-waktu. Pada perkembangannya, silek bukan hanya berfungsi sebagai seni bela diri saja, namun juga dapat sebagai sarana hiburan, salah satu contohnya yakni silek biasanya juga dapat dipadukan dengan drama tradisional khas Minangkabau yang dikenal sebagai Randai.
Menurut catatan sejarah, Silek Minang dikembangkan sejak tahun 1129 oleh Datuak Suri Dirajo beserta empat orang pengawal Kerajaan Minangkabau yang bergelar Kambiang Utan (dari Kamboja), Harimau Campo (dari Champa), Kuciang Siam (dari Siam atau Thailand), dan Anjiang Mualim (dari Persia). Gerakan-gerakan dalam silek ini merupakan perpaduan seni bela diri lokal dan bangsa luar.
Terdapat beberapa jenis Silek Minang, seperti Silek Tuo (silat tua), Silek Sitalarak, Silek Lintau, Silek Luncua (silat luncur), Silek Kumango, Silek Harimau, Silek pauah, Silek Gulo-Gulo Tareh, Silek Ulu Ambek, Silek Sungai Patai, dan Silek Baruah.
Ketiga, raso (kemampuan untuk melakukan gerakan tanpa berpikir) dan peraso (kemampuan analisis dan penggunaan nalar dalam waktu yang singkat). Keempat, kato bajawek, gayuang basambuik (kata berjawab, gayung bersambut), yang berarti setiap jurus ada cara mematahkannya.
Kelima, tagang bajelo, kandua badantiang (tegang mengalun, kendor berdenting), yang bermakna bahwa Silek Minangkabau adalah perpaduan antara kelembutan dan kekuatan. Misalnya dalam menghadapi serangan lawan dilakukan dengan membelokan serangan tersebut untuk menghindari cedera yang berisiko.
Meskipun terdapat banyak jenis, Silek Minang memiliki konsep yang sama. Pertama, tagak jo langkah. Tagak atau berdiri bisa diartikan sebagai posisi pesilat yang selalu berada di jalan benar. Sedangkan langkah berarti cara berjalan. Kedua, garak (insting dalam membaca sesuatu yang akan terjadi) dan garik (respon dalam menghadapi serangan yang datang).
Yang terakhir, adaik manuruik alua, alua manuruik patuik jo mungkin (alami, logis, dan efektif) di mana gerakan silek harus mengikuti alur tubuh sehingga menghasilkan gerakan yang logis dan efektif.
Silek Minang diajarkan oleh para guru di sasaran (perguruan) silek. Setiap nagari di Sumatera Barat memiliki setidaknya satu buah sasaran silek. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk melindungi nagari tersebut. Pada masa dahulu, para calon perantau wajib menguasai Silek sebagai bekal di perjalanan.
Pada tahun 2014, Silek Minang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dari Provinsi Sumatera Barat
Comments